BANDUNG (RIAUPOS.CO) - Maraknya kasus pinjaman online (pinjol) ilegal berdampak terhadap jumlah aduan yang diterima Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Industri teknologi finansial (fintech) paling banyak dilaporkan masyarakat. Jumlahnya mencapai 50.413 aduan.
Anggota Dewan Komsioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara menuturkan, mayoritas masyarakat mengeluhkan perilaku debt collector pinjol ilegal. Bahkan, aksi penagihan tersebut tak jarang berujung viral di media sosial.
"Ini artinya, masih banyak masyarakat yang terjebak (pinjol ilegal)," katanya dalam seminar bertajuk Perkembangan Kebijakan Edukasi dan Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan di Bandung, akhir pekan lalu.
Di urutan berikutnya, masyarakat melaporkan terkait legalitas lembaga jasa keuangan (LJK) dan produk. Kemudian, ada juga yang mengeluhkan restrukturisasi dan keberatan dengan denda serta biaya tambahan.
Secara total aduan juga meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun ini dibanding 2020. Sampai 21 November 2021 tercatat 595.521 aduan. Sedangkan, tahun lalu hanya 245.083 aduan
Tirta dengan tegas tidak menganjurkan masyarakat meminjam di pinjol ilegal. Karena, pihaknya tidak bisa mefasilitasi jika konsumen terlibat masalah. Mengingat, proses yang dilakukan adalah mempertemukan pihak konsumen dan pinjol dengan klarifikasi masing-masing. "Tiba-tiba datang ke OJK mengadu dikejar-kejar pinjol. Namanya saja saya ndak tahu, alamat tidak jelas. Kalau nggak ketemu gimana? Jadi sulit untuk memfasilitasi aduan itu" bebernya.
Sedangkan, SWI (Satgas Waspada Indonesia) kembali menemukan dan menutup 103 entitas pinjaman online (pinjol) ilegal. Baik yang beredar melalui aplikasi smartphone maupun website yang berpotensi merugikan masyarakat. Sejak 2018, tercatat 3.734 aplikasi atau situs pinjol ilegal yang diblokir.
Sementara itu, Ketua Bidang Edukasi, Literasi dan Riset Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia Entjik S Djafar mengatakan, risiko terhadap peer to peer lending memang ada. Yang menjadi risiko tambah tinggi adalah masih banyaknya platform investasi bodong alias ilegal.
Hal itu membuat aduan baik dari peminjam maupun pemilik dana menjadi banyak. Sebab, pinjol bodong biasanya tidak beroperasi sesuai aturan yang berlaku. Per November, ada sekitar 104 fintech yang terdaftar dan berizin di OJK. Mereka terdiri dari 97 unit konvensional dan 7 syariah. Dana yang dikelola pun sudah mencapai Rp4,4 triliun. Populasi peminjam naik 140 persen menjadi 70 juta entitas tahun ini. Sedangkan, pemilik modal terkerek menjadi 772 ribu entitas.(han/bil/dio/jpg)